Tiga Cerita Singkat Tentang Perempuan yang Menyukai Fajar

1. Sunyi Berdialog

Setelah menyelesaikan membaca sebuah buku puisi yang tipis, kamu melihat jam dinding. Waktu masih terlalu pagi. Belum ada tanda-tanda balasan pesan dariku. Kamu menunggu dengan ekstra sabar. Belum pernah kamu melakukan perbuatan seperti ini, dengan bertahan tidak tidur sepanjang malam.

Sepanjang malam, kamu menahan kantuk tanpa meminum kopi. Hanya tiga buku kumpulan puisi yang kaugunakan untuk terjaga menunggu pesan dariku.

Dari tiga buku tersebut, salah satunya adalah pemberianku saat aku hendak ke kotamu, tapi sampai kini aku belum pernah menjejakkan kaki di kotamu. Kamu menjadi ragu, tapi tidak pernah memadamkan harapan itu. Kamu baik sekali.

Di buku pertama, saat matamu masih segar bugar, kamu demikian mendalam menghayati puisi-puisi pendek dan panjang di buku tersebut. Karya dari maestro negeri ini. Puisi-puisi yang membikin ramai suasana sesunyi apa pun. Dan itu bisa kamu nikmati sembari menunggu pesanku yang sialan betul itu.

Di buku kedua, kamu sedikit kurang memahami tiap-tiap kata. Rangkaian kata di buku tersebut memang indah, tetapi sedikit yang bisa kamu pahami. Tidak apa-apa, seperti kata Pak Sapardi, puisi itu untuk dihayati, tidak perlu dipahami. Kamu pun hanyut ke dalam setiap lekuk kata-kata. Hampir-hampir kau terjebak di dalamnya dan melupakanku.

Di buku terakhir, kamu menjadi terserang kantuk luar biasa. Namun, bisa dicegah oleh puisi-puisi unik dari buku terakhir. Ada kehidupan yang dekat padamu di buku tesebut. Sesekali kamu ingat tentangku. Itu membuatmu tersenyum sesaat demi sesaat, hingga halaman terakhir.

Benar, hingga matahari naik sepenggalah di hari itu, pesanku tidak pernah sampai.



2. Rayuan Hujan

Hari ini hujan. Aku berharap ada pelangi setelah ini. Tubuhku menggigil karena aku lupa mengambil jas hujan yang kutinggalkan di rumah seorang teman. Seharusnya aku segera tiba di kantor setengah jam yang lalu. Aku tidak takut dimarahi oleh pimpinan, tapi aku tidak sampai hati lupa memberi sarapan pagi pada seekor kucing kampung yang beberapa hari ini datang ke parkiran kantorku. Begitu aku memberinya roti selai kacang, kucing berbulu cokelat itu langsung lahap menghabiskannya. Aku tidak mengerti mengapa ada kucing yang entah dari mana ini menyukai roti selai kacang.

Pakaianku sedikit basah. Berteduh di depan ruko bersama beberapa orang yang juga barangkali lupa membawa jas hujan, merupakan hal yang paling membosankan. Aku seharusnya lebih mengingat hal-hal yang diperlukan pada waktu-waktu musim berganti seperti saat ini.

Seandainya aku sebentar saja bisa menjadi seorang bocah, laiknya Sinichi Kudo yang berubah menjadi Conan Edogawa, betapa menyenangkannya. Namun, Conan Edogawa tidak ditugaskan oleh penulis komiknya untuk sekadar mandi hujan.

Selang waktu, tubuhku terasa basah kuyup. Aku tahu-tahu sudah berdiri di bawah terpaan hujan. Seandainya ada kamu, batinku.



3. Senja yang Hilang

Ia pun lengah memperhatikan pesawat itu tinggal landas. Ia seperti terpaku pada lamunannya sendiri. Sebentar lagi malam, dan ia harus segera pulang ke rumah kalau tidak ingin dibilang anak yang tidak penurut.

Bulan ini ia akan berulang tahun yang ke 25. Dua angka yang menandakan dirinya sudah hidup selama seperempat abad, tentunya. Ia bukan lagi seorang anak kecil, apalagi remaja. Ia sudah dewasa, tapi Ibunya masih menganggapnya gadis berumur sembilan tahun.

Semua orang memahami kalau seorang Ibu tentu selalu menyayangi anaknya. Ada pula Ibu yang selalu memanjakan dan menganggap anaknya adalah anak-anak yang perlu selalu diberi perhatian.

Ia melamunkan hal yang tidak jelas, hingga dua momen terlewati. Kali ini ia tidak sempat melihat matahari terbenam di barat bandara itu.

Ia berdoa semoga seseorang di dalam pesawat itu baik-baik saja. Kembali ke kota ini. Lantas hidup bahagia.

Tapi ia tidak tahu apa-apa.

Masukan Emailmu Untuk Menjadi Visitor Premium Abida Massi

0 Response to "Tiga Cerita Singkat Tentang Perempuan yang Menyukai Fajar"

Post a Comment