Curhat : Cerita Persalinan

Seperti biasa, pukul setengah empat pagi kami memulai aktivitas. Masih mengumpulkan nyawa, aku bersorak kegirangan.

“MAS, AKU MAU LAHIRAN!”

“Kapan?”

“Hari ini!”

“Kok bisa?”

“Ini udah bloodyshow* mas!”

Setelah itu, masih dengan santai dan haha hihi, aku telepon umi. Menceritakan kalau tanda persalinan sudah muncul. Umi terdengar panik di ujung sana, menyuruhku cepat-cepat ke bidan atau rumah sakit. Sebenarnya, aku dan mas berencana pergi ke RS sewaktu kontraksi sudah mulai intens per lima menit, saat ini aku belum merasakan apa-apa. Tapi daripada kenapa-kenapa yasudahlah kami berangkat saja ke RS.

Pukul lima pagi di RS, masih sepi. Maklum, RS yang kami tuju ini RS ibu dan anak, jadi jam lima begini masih melompong. Cuma ada pak satpam dan satu orang yang berjaga di meja admisi. Kami langsung dipersilakan ke UGD. Ternyata di UGD cukup ramai. 

Kami antri sekitar setengah jam lebih di UGD karena aku orang ketiga disini yang mau melahirkan :”D 

Setelah dicek oleh bidan ternyata aku sudah bukaan 1! Bahagiaaa rasanya sebentar lagi ketemu kakak bayi. Kami disuruh pulang dulu dan kembali pukul 10, atau boleh jadi sebelum pukul 10 kalau sakitnya tidak tertahan dan ketuban rembes. Bismillah semoga nggak mengalami dua-duanya. Aku sudah mengalami kontraksi intens perlima menit tepat sebelum bidan memeriksa bukaanku. Hanya saja, nyerinya masih bisa kutahan. Persis seperti mau haid.

Di perjalanan RS-rumah yang nggak ada 15 menit, kusempatkan telepon keluarga dekat, meminta maaf, restu, dan doa. Ayahku terdengar menangis di ujung sana. Aku buru-buru menutup telepon karena aku juga mau nangis rasanyaT.T

Sampai di rumah, aku sempatkan bebersih badan. Mulai mandi air hangat sampai keramas. Setelah itu main gymball dan jalan di rumah sebentar. Mas menyediakan makanku, mulai dari susu, madu, hingga sarapan. Beliau juga mulai sibuk mengabsen barang bawaan untuk menginap di RS.

Pukul delapan pagi aku mulai merasa kontraksiku menguat. Mas masih sibuk bersih-bersih rumah. Aku gemas sekali karena mauku Mas ada di sebelahku buat pijat punggung dan semacamnya. Tapi karena kami hanya berdua, dan aku tahu mas melakukan itu demi kenyamanan kami saat nanti pulang bersalin, maka aku membiarkan mas sibuk beberes ini itu. 

Pukul setengah sembilan pagi aku sudah meringis-meringis nggak karuan. Sakit punggungku mulai terasa. Rasanya mau duduk, tidur, berdiri, salah semua. Gymball kupeluk, aku mulai jalan-goyangpinggul-dan bersandar di tembok. Tiba-tiba aku mau makan indomie goreng -____- terabsurd dan aku minta mas bikinkan indomie goreng HAHAHA. Aku tau beliau kesal, tapi aku pengen. Dan aku kesakitan. Jadi…pliss Mas, bikinkan XD

Setelah makan indomie aku masih tetap rewel. Malah makin rewel karena sakit punggung-pinggul-sampai perut. Sakitnya nggak bisa dijelaskan. Mas melirik jam, masih pukul sembilan, tapi mungkin saking melasnya mukaku, Mas memutuskan membawaku ke RS.

Karena stock susu indomilk rasa melonku habis, sebelum sampai RS, kami mampir beli dulu. Kontraksiku sudah perempat menit sekali. Ya Allaaah rasanya kalau kontraksi pas hilang, di waktu jeda, legaa bangett. Tapi begitu dateng lagi, rasanya pengen nangis tapi gabisa nangis. Aku inget umiku. Aku makin merasa bersalah, merasa jadi anak penuh dosa, merasa kurang baktinya, karena ternyata begini rasanya mau melahirkan :’) Tangan mas sudah jadi sasaran cubit mulai saat ini. 

Kami sampai di RS pukul sepuluh tepat. Bidan mulai melakukan cek bukaan, dan ternyata bukaanku bertambah jadi bukaan 2. Ini aku bingung mau senang bukaannya sudah nambah, atau sedih karena pertambahannya baru satu. Rasanya kalau dihitung-hitung bukaan 10 kok masih lama. Karena kontraksi sudah datang pertiga menit, bidan menyuruhku menuju ruang bersalin, sebelum itu Mas diminta mengisi beberapa form administrasi. 

Ruang bersalin dingin sekali. Aku minta AC dikecilkan. Bidan bilang sambil menunggu bukaan aku boleh jalan-jalan di dalam ruang bersalin maupun di koridor RS. Aku mengiyakan, kubuat berjalan dengan harapan bukaan bertambah. Tenagaku sudah mulai berkurang, tapi aku sama sekali nggak nafsu makan, yang ada dipikiranku cuma gimana caranya aku bisa mengkontrol pikiranku yang kemana-mana, mulai dari aku merasa mau pingsan sampai pengen tidur tapi nggak bisa. Sakit makin menjadi-jadi. Aku minta mas membopongku berjalan, aku tetap mau jalan-jalan! waktu terasa lamaaa sekali, tapi jeda antarkontraksi terasa cepat. huhuhu. Aku sudah mulai nggak bisa bicara saking nahan sakitnya, kupikir bicara menghabiskan tenaga. Jadi aku zikir dalam hati.

Pukul setengah satu aku sudah kelelahan berjalan, kupakai tidur di tempat tidur sambil menikmati kontraksi yang makin menguat. Rasanya punggung ke bawah seperti bolak-balik dihantam wkwkwk. Aku mulai jadi tukang tuding, nyuruh mas begini dan begitu, utamanya memijat bagian punggungku, nggak boleh berhenti! HAHAHA sampai tangan mas gemetaran Ya Allaaah, tapi aku nggak gentar, mas tetep gaboleh berhenti, plis pijitin punggungku :”DDDD

Mas kelaparan, aku juga. Tapi aku nggak nafsu makan. Tapi Mas memaksa, karena sebelum lahiran aku sudah minta mas untuk mengingatkanku makan, jadilah beliau keukeuh aku harus makan, nggak papa sedikit, yang penting aku makan. Kami pun makan sepiring berdua, makanan dari RS hahaha. Ibu mertuaku sudah sampai di RS dan ikut menemaniku sekarang.

Pukul satu siang, bidan mengecek bukaan, dan ternyata aku baru jalan bukaan 3. PADAHAL AKU MERASA INI UDAH LAMA BANGET YA ALLAAAAH GUSTI hasbunallah wa ni’mal wakiil ni’mal maula wa ni’mannashir wkwkwkwkwkwk. Aku sudah memutuskan, sesakit apapun AKU NGGAK BOLEH SAMPE KECEPLOSAN MINTA BERSALIN SC! Takutnya diaminin malaikat, nanti aku SC beneran. Harus berjuang sampai titik darah penghabisan dulu untuk lahiran normal. Aku mulai berusaha mengontrol pikiran dan hatiku, supaya nggak ngebayangin yang aneh-aneh seperti bukaan macet dsb. Tapi aku mulai risau karena bukaanku belum nambah, pun waktu Dokter Arsy visit, bukaanku masih tiga, huhuhu

Pukul setengah dua, ada sensasi makpyarr. Ketubanku rembes. Aku panik. Sedikit, Ya Allah masih bukaan tiga, masih jauh dari bukaan sepuluh kok udah rembes aja. :”)

Bidan-bidan mulai menanganiku, aku sudah nggak boleh duduk atau jalan. Tidur aja tugasku, sambil berdoa dan miring ke kiri (Tidur miring kiri bisa mempercepat pembukaan). Dalam hati aku udah pasrah, Ya Allah aku udah nggak bisa ngapa-ngapain, bukaan selanjutnya murni kuasaMu. Mulai ketuban rembes ini aku merasakan sakit yang luarrr biasa nggak pernah aku alami sebelumnya. Aku cuma bisa peluk Mas dan ibu mertua erat-erat. Mas mulai menuntunku mengatur nafas karena aku suka hilang kendali saking nikmatnya gelombang cinta :D

Aku melobi bidan, aku mau ke kamar mandi, rasanya kaya mau BAB. Tapi bidan  melarang, aku diminta kembali fokus bernapas. Ya Allaaahhhhhh. Aku pengen nangis rasanya, tapi nggak keluar air mata. 

Drama dimulai, pukul dua siang bidan mengecek bukaanku karena aku sudah nggak bisa senyum lagi wkwkwk. udah muka mau melahirkan. 

“Bu ini sudah bukaan delapan.”

ALHAMDULILLAH, rasanya pengen nangis terharu, akhirnya maju juga bukaannya. 

Karena aku udah sering briefing sama kakak bayi 

“Nanti keluarnya mama tanpa ngejan yaa, Mama tinggal ehem-ehem terus kakak meluncur lahir…”—maka aku berdehem di bukan delapan. berharap mengirim kode ke kakak bayi :D

Kebahagiaan bukaan maju berbanding lurus dengan nyeri dimana-mana yang aku rasakan. PLUS KEBELET B-A-B wkwk. Tiap aku diminta tarik nafas, aku keluarkan…tapi aku ngeden kaya mau BAB. Ya Allaah, padahal udah latihan pernafasan, kok keluarnya ngeden. Bidan pendamping udah berkali-kali ngingetin buat jangan diedenkan, nanti jalan lahir bengkak dan bukaan bisa berhenti. Tapi sungguh aku takkuasa menahan hasrat ingin mengejan wkwkwk. Mas mulai menepuk-nepuk pipiku, memintaku untuk konsentrasi menatap Mas sambil atur nafas sama-sama. Akhirnya nafasku mulai tertata kembali. 

Waktu azan ashar, aku merasa anakku udah mau keluar, udah diujung, tapi aku masih belum boleh mengejan. Lossssss…aku udah kehilangan kontrol atas diriku. Karena aku tiba-tiba ngejan nggak beraturan kaya orang BAB padahal belum masuk sesi mengejan–bahkan bidan belum cek bukaanku lengkap atau masih harus menunggu lagi. Setelah itu bidan memutuskan untuk mempercepat proses persalinanku. 

Selambu ditutup, lampu-lampu dinyalakan, bidan sudah menyiapkan alat-alat tempurnya. Dokterku belum datang. Ibu mertua diminta keluar. Sanggahan kaki sudah dinaikkan untuk menyanggah kakiku saat mengejan nanti. Tinggal aku sama Mas. Entah apa yang dilakukan bidan-bidan itu, aku nggak mau lihat. Aku cuma lihat Mas terus-terusan dan nggak mau berpaling supaya aku tetap bisa ‘bernapas’ dengan baik. Mas membimbingku teruuus untuk tarik dan keluarkan nafas. Dokter Arsy belum juga datang, aku sudah merasa sesuatu terjadi di tubuhku. TAPI AKU MASIH MIRING KIRI DAN BELUM BOLEH MENGEJAN wkwkwkw

Setelah semua siap, aku diminta untuk pindah posisi dari miring kiri ke terlentang. Baiklaaaahhhhhh…aku akhirnya terlentang. Dan,

“Oeeeekkkkk” suara tangis kakak tiba-tiba memecah ketegangan. Semua yang ada di ruangan terperangah karena aku belum sampai di sesi mengejan. 

“Bayinya pinter sekaliiii” Samar-samar kudengar bidan berseru. 

Aku masih takjub. Terpaku. Aku dan Mas berpandang-pandangan masih tak percaya. Aku belum mengejan! Aku sendiri nggak merasa apa-apa saat diminta terlentang, cuma tiba-tiba kaya ada yang meluncur keluar. Nggak sakit, nggak apa. MasyaAllaaaaahhhh. Air mataku masih belum keluar, tapi aku haru dan bersyukur luarrr biasa. Allahuakbar. Ya Allaaahhh terimakasih…

Sakitku langsung hilang seketika. Apalagi saat Mas mulai adzan dan iqamah di telinga putri kecil kami. 

pukul tiga lebih delapan menit, Aji Nur Afifah dan Kurniawan Gunadi resmi menjadi ayah dan ibu untuk bayi merah muda yang lucu. Kak Sha, selamat datang di keluarga kecil ini! Alhamdulillahirobbil alamiiin :) 



*bloody show : tanda bersalin yaitu keluarnya lendir darah dari jalan lahir.

Masukan Emailmu Untuk Menjadi Visitor Premium Abida Massi

0 Response to "Curhat : Cerita Persalinan"

Post a Comment