Ternyata, Kita Butuh

Mungkin terdengar aneh, tapi lingkungan sekitar di dominasi dengan perempuan. Sudah lama sekali saya tak pernah bertemu laki-laki untuk diajak diskusi seperti rapat-rapat. Selain semua orgnaisasi sudah tak sebanyak dulu dan semua rapat memanfaatan ruang dengan teknologi. 

Tenang,saya masih dalam keadaan normal.

Masih hampir setiap hari naik ojek online, ketemu pedagang, satpam, dosen, atau bahkan dirumah ada Ayah dan Adik. Setidaknya saya masih bisa ketemu laki-laki.

Namun waktu rutin saya lebih banyak di dominasi perempuan untuk diskusi. Sepanjang kuliah sejak sarjana hingga sekarang duduk di magister saya masih dikelilingi oleh teman-teman perempuan. Adapula murid-murid saya yang harus saya temui setiap minggunya adalah perempuan.

Saya merasa enjoy, di zona nyaman kami bisa leluasa bergerak.

Kemudian, saya merasa disatu situasi. Ternyata ada kekurangan kita yang tak bisa kami saling melengkapi. Agak sulit dilakukan, karena itu hanya kemampuan lelaki.

Contohnya, kemampuan spasial.

Kalau dari kecil saya sudah dilatih untuk mengingat hal-hal spasial, kalau tidak kami mungkin sekelas akan buntu dan menyasar untuk mencari tempat tujuan kembali.

Selanjutnya, kami pun akhirnya terjatuh dengan hal-hal mekanika, IT, atau hal-hal yang seperti kelakian. saat proyektor eror, saat laptop eror, saat kabel demi kabel yang tak tau mengenai fungsinya, saat mendorong meja, mengakat papan tulis, saat mengankat buku-buku berat, saat mencari barang dengan waktu cepat artinya harus berlari..

Cerita ini seperti drama ya, tapi itulah yang saya rasakan dengan teman-teman saya. Kita telah bersama dalam waktu yang lama. Dan akhirnya kami merasa, sekuat-kuatnya kita. Kita butuh laki-laki dikehidupan ini. Sebagai pelengkap, yang memang fungsinya tidak bisa digantikan oleh sosok perempuan yang ‘berusaha kuat’. 

Masukan Emailmu Untuk Menjadi Visitor Premium Abida Massi

0 Response to "Ternyata, Kita Butuh"

Post a Comment